KETULUSAN

Ku mengalah bukan berarti kalah. Dan bila ku mengalah bukan berarti juga aku menyerah.

KESUNGGUHAN HATI

Jangan bermain api jika tak ingin setadah panas menyengatnya. Jangan bermain hati jika tak ingin indah cinta menjadi pahit karenanya.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

THE TRUE FAMILY

Kebersamaan adalah awal sebuah jalinan kekeluargaan. Susah senang duka cita tangis tawa semua akan terasa selalu indah bila tetap bersama.

Sabtu, 23 Maret 2013

BUMI HANGUSKAN KORUPSI DI INDONESIA KU


“BEBAS KORUPSI, NEGARA MANDIRI”
DENGAN CARA PENGALIHAN ORIENTASI HIDUP DARI PENGHASILAN KE PENGABDIAN
(FOKUS SEJAK DINI)
Oleh: Chaidhir Kurniawan Hari Saputra
LATAR BELAKANG
Dengan beranjaknya grafik perkara korupsi yang ada di negeri ini, menunjukan bahwa korupsi sedang merajalela. Hal tersebut jika berkelanjuan maka indikasi negara ini menuju ke negara yang gagal dan hancur akan nampak semakin jelas. Oleh karena itu, cita-cita negara untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa, dan ikut  melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Semua itu akan jauh dari harapan. Cita-cita seperti itu tidak akan pernah terwujud bila hampir seluruh elemen negara ini masih kental sekali akan kegiatan korupsi. Baik dari rakyat sampai pejabat, dari pemuda sampai yang tua, dari kaum mlirit[1] sampai kaum elite, dari pelajar sampai pengajar.
Layaknya korupsi memang sudah menjadi lagu wajib bagi sebagian besar warga negara di Indonesia. Semua hal ini bisa terjadi memang sudah menjadi adat karenanya. Sudah sejak jaman kerajaan Majapahit dulu, tradisi tepo seliro sudah ada, antara orang-orang pihak kerajaan dengan rakyat yang membayar upeti. Kondisi korupsi di Indonesia pasca era reformasi bukan semakin menurun melainkan meningkat ke segala aspek kehidupan dan di semua bidang penyelenggaraan negara, baik lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, auditif, bidang politik maupun sektor swasta. Kuantitas korupsi semakin beragam mulai yang dilakukan di tingkat organisasi terendah seperti RT, RW, Pungli di jalanan sampai dengan jual beli perkara di pengadilan, jual beli objek dan hasil teuan pemeriksaan sampai dengan yang dilakukan oleh elite birokrat dan kalangan intelektual baik di lingkungan pemerintah pusat, daerah, lembaga negara maupun BUMN/MUMD, dan yayasan-yayasan di lingkungan institusi kepemerintahan. Korupsi tersebut tidak terjadi secara kebetulan atau seketika, tetapi sudah direncanakan jauh-jauh hari sejak saat perencanaan kerja/kegiatan/penganggarannya dimulai, dan lebih jauh lagi sejak penempatanpara pejabat di suatu unit kerja/satuan kerja perangkat daerah maupun negara, dan tidak terbatas pada saat birokrat dan direksi/komisaris BUMN/BUMD bertugas tetapi juga direncanakan korupsi untuk masa pensiun.
Untuk melakukan korupsi tersebut segala macam teknik korupsi mulai dari yang sederhana sampai yang tercanggih telah dilakukan yaitu dengan mark up harga, pengadaan semi fiktif, pungutan liar, penyalahgunaan kewenangan, jual beli jabatan/promosi, jual beli objek/temuan pemeriksaan serta cara-cara yang begitu banyak ragamnya. Apabila korupsi tersebut dibiarkan terus atau pencegahan dan pemberantasannya berjalan seperti yang dilakukan sekarang, yaitu lamban dan diulur-ulur, penuh dengan diskriminasi, proses peradilan yang penuh permainan mafia, serta sering dijadikan komoditas politik, akibatnya negara Indonesia betul-betul akan hancur karena keuangan negara (rakyat) yang dikorupsi, setiap tahunnya sudah mencapai ratusan triliun rupiah. Penyelenggara negara sudah tidak berwibawa lagi, masyarakat miskin semakin banyak dan semakin sengsara, modal dan kekayaan negara sudah berpindah ke tangan asing dan lari keluar negeri, pengangguran semakin bertambah, hukum sudah tidak ada artinya lagi, yang berakibat merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat dan bernegara. Adapun penyebab korupsi yang sedemikian parah dikarenakan antara lain adanya ketimpangan penghasilan sesama pegawai negeri, sifat tamak dan keserakahan, gaya hidup konsumtif, penghasilan yang tidak memadai, tidak adanya keteladanan dari para pimpinan, kelemahan sistm pengendalian manajemen, ketutupan organisasi, dukungan budaya negatif dalam masyarakat, lemahnya penegakan hukum yang penuh dengan nuansa KKN dan diskriminatif, serta yang paling nampak dan juga menjadi dasar penulisan ide oleh penulis dan dapat dirasakan yang paling penting yakni mayoritas seluruh orang Indonesia memiliki orientasi hidup hanya untuk penghasilan, bukan untuk pengabdian. Inilah pemicu utama akar yang paling mendasar dari kasus korupsi di Indonesia sejak dulu sampai sekarang.
Melihat kondisi tersebut apabila korupsi tidak segera dicegah dan diberantas, tinggal menunggu waktu saja bagi Negara Kesatuan Replublik Indonesia terjadinya revolusi yang akan menghiasi sejarah kepulauan nusantara yang menandakan  bahwa Republik Indonesia pernah ada.



“BEBAS KORUPSI, NEGARA MANDIRI”
DENGAN CARA PENGALIHAN ORIENTASI HIDUP DARI PENGHASILAN KE PENGABDIAN
(FOKUS SEJAK DINI)
Oleh: Chaidhir Kurniawan Hari Saputra

DESKRIPSI:
v  KEJUJURAN
Korupsi memang menjadi musuh utama di Indonesia. Karena korupsi berbagai pembangunan menjadi tersendat, banyak hak-hak yang diabaikan, penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang, hingga akhirnya negara ini benar-benar menjadi berantakan di semua aspeknya. Sejatinya penyebab mendasar dari tindakan korupsi adalah tidak adanya jiwa kejujuran yang melekat sejak dini. Kegiatan tidak jujur inilah yang sudah mewarnai kehidupan kita sejak kecil. Semenjak di tingkat pendidikan yang paling rendah hingga kehidupan kita yang sekarang. Seperti menyontek saat ujian di sekolah, melakukan suatu hal dengan menggunakan jalan pintas, kurang terlatihnya untuk mekukan usaha dengan kerja keras sehingga memicu kita untuk bermalas-malasan, ingin berhasil dengan sedikit berusaha, dsb. Kita sering disuguhi hal-hal yang tidak jujur. Ketidakjujuran sering kita lakukan, meski dalam hal yang kecil. Namun bila kebiasaan ini tidak jujur ini terus terjaga, maka memang sempurnalah korupsi-korupsi di Indonesia.
            Dalam penulisan ide ini, penulis berusaha menyamakan persepsi terlebih dahulu dengan pembaca tentang makna korupsi. Menurut KBBI korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Dengan tidak menafikan makna tersebut, penulis memberi makna yang lebih luas. Yakni korupsi adalah segala tindakan yang dilakukan dengan tidak jujur, apapun itu yang dikerjakan dengan tidak jujur itu bisa dikatakan korupsi. Dari makna tersebut kita akan mampu memahami betapa pentingnya kejujuran.
            Kejujuran, satu kata yang penuh makna positif yang akan mampu menghantarkan bangsa Indonesia menuju negara yang bebas korupsi, bila seluruh elemen masyarakat Indonesia mampu melaksanakannya. Pentingnya kejujuran dalam kehidupan adalah dengan berbuat jujur, secara langsung kualitas kehidupan kita akan bertambah dan termasuk tindakan yang mulia. Dengan bersikap jujur, maka hati kita akan merasa tenang, damai, tentram, nyaman dan hidup kita akan menjadi sejahtera karena tidak ada hal yang harus ditutup-tutupi atau dirahasiakan. Bila kita tidak jujur, selamanya kita akan disibukan untuk menutupi ketidakjujuran tersebut agar tidak terbongkar, jelas hal ini akan sangat mempenaruhi pikiran kita, hati menjadi tidak tenang dan gelisah. Rasa kekhawatiran akan selalu menyelimuti karena takut akan terbongkar. Dari sini sudah sangat jelas bahwa kejujuran itu memang sangat penting dalam aspek kehidupan untuk mencapai sejahtera dan selamat dunia akhirat.Namun pada kenyataannya penanaman kejujuran ini kurang diperhatikan, sehingga kita merasa senang dengan tindakan yang tidak jujur, karena pada saat melakukan dirasa lebih menguntungan, meski sebenarnya dalam jangka panjang menjadi sangat merugikan.
v  KEGAGALAN ORIENTASI HIDUP UNTUK PENGHASILAN
Selanjutnya, hal yang sangat mendukung terjadinya korupsi yang ada di Indonesia adalah salah kaprahnya orientasi hidup mayoritas penduduk Indonesia sendiri. Dari penyelenggara negara, pejabat sampai rakyat biasa sekali pun. Yakni orientasi hidup yang hanya untuk penghasilan, penghasilan dan penghasilan. Hal inilah yang belum kita sadari dan kita kaji sejak dulu. Kita tidak sadar bahwa orientasi hidup kita hanya sekedar untuk penghasilan. Kebanyakan orang masih banyak yang belum mengetahui kenapa sebenarnya kita diciptakan dan hidup di dunia ini. Sehingga dalam menjalani kehidupan pun menjadi tidak jelas mengenai apa yang sebenarnya diinginkan. Hingga akhirnya, sejak manusia mulai terjun ke masyarakat pasca menyelesaikan pendidikannya yang dipikirkan hanya bagaimana caranya pokoknya harus segera mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Namun ketika masuk dunia kerja, ternyata apa yang selama ini diharapkan itu tidak sesuai dengan realita yang terjadi. Sehingga timbulah gejolak diri yang mempengaruhi pola pikir dan kehidupannya. Dengan orientasi penghasilan, maka akan memicu diri untuk mencari berbagai cara agar mampu mendapatkan penghasilan yang sebanyak-banyaknya.
            Kemudian, dari pernyataan tersebut timbulah hasrat untuk berkorupsi. Karena dengan korupsi penghasilan mampu bertambah dengan sangat drastis dengan cara instan, terkadang juga termasuk cara mendapatkan penghasilan dengan mudah. Maka di sinilah letak kegagalan bila orientasi hidup kita hanya untuk penghasilan. Akhirnya seperti sekarang ini,  korupsi yang membabi buta di Indonesia. Meski banyak pejabat, wakil rakyat serta masyarakat yang mengaku memiliki rasa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi pada kenyataannyaitu hanya di lisan dan tidak dari hati.
v  SEJAHTERA DENGAN ORIENTASI HIDUP UNTUK PENGABDIAN
Mayoritas setiap orang masih merasa kurang dengan pendapatan yang diperolehnya, meski padahal penghasilan yang didapat sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Memang tak bisa dipungkiri, hasrat manusia yang tidak pernah puas dan keserakahan manusia ini juga termasuk sifat dasarnya. Lalu, mengapa kita tidak bersyukur atas segala sesuatu yang telah kita dapatkan padahal sesungguhnya itu adalah nikmat yang sangat besar.
Indonesia adalah negara beragama, yang memiliki Tuhan, bukan negara atheis. Sudah semestinya kita menyadari bahwa kita hidup di dunia ini adalah sebagai hamba. Dan kewajiban utama dari seorang hamba adalah mengabdi kepada tuannya.
Pada kali ini penulis berusaha untuk memaparkan secara luas tentang dahsyatnya pengabdian memalui ilustrasi. Yakni mengenai pengabdian manusia di bidang kerja. Sebenarnya seluruh manusia pada hakikatnya memiliki naluri yang baik. Namun kondisi dan situasi yang terkadang mendorong manusia untuk berbuat tidak baik. Saat kita bekerja, kita telusuri lagi ke belakang. Mengapa kita bekerja, untuk apa dan siapa kita bekerja, dan apa saja yang akan kita dapatkan dengan kerja itu. Bila orientasi kita hanya untuk penghasilan, maka hanya itu yang akan kita dapatkan. Dan acap kali hati pun masih merasa tidak tentram dan tenang meski penghasilan sudah didapatkan. Disinilah pentingnya pengabdian dalam pekerjaan. Pertama, anggap kita bekerja untuk mengabdi kepada diri sendiri dan keluarga. Kemudian pengabdian dalam pekerjaan itu sendiri, agar mampu bekerja dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi dalam pekerjaan tersebut. Mengapa harus begitu, karena dengan demikian kita akan menjiwai dan sungguh-sungguh dalam pekerjaan serta penghasilan yang kita dapat bukan merupakan gaji buta. Selanjutnya, bila tatanan niat kita dalam bekerja itu baik. Maka akan menciptakan kultur kerja yang baik, kemudian terjilah lingkungan kerja yang baik. Bila pekerjaan yang kita lakukan dengan penuh tanggung jawab, secara umum kepada seluruh masyarakat dan khususnya untuk penyelenggara negara. Maka pekerjaan yang dilakukannya akan menjadi buah keringat yang mulia. Secara khusus untuk penyelenggara negara, bila benar-benar mengabdi pada posisi dan pekerjaannya. Maka akan menjadikan negara ini negara yang baik, bila lingkungan dam negara kita baik. Berarti kita telah mampu menjaga dan mengelola sebagian dunia yang kita tempati ini dengan baik pula. Nah, disinilah letak pengabdian kita yang utama. Tuhan menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi. Maka sudah menjadi kewajiban kita sebagai hamba yang harus patuh kepada tuannya yakni Tuhan Yang Maha Esa untuk mengelola dan menjaga bumi ini dengan sebaik mungkin.
Dari ilustrasi diatas maka pekerjaan yang kita lakukan tidak sekedar mendapat penghasilan yang berupa materi. Namun kita juga mendapat kebutuhan rohani yang tidak ternilai harganya. Bila kita senantiasa bersyukur dengan apa yang elah kita dapatkan niscaya Tuhan akan menambah kenikmatan itu. Ketrentraman hati, kepuasan batin, serta ketenangan jiwa akan kita dapatkan bila kita melakukan pekerjaan dengan orientasi untuk pengabdian. Selain mendapat penghasilan berupa materi dari pekerjaan kita, kita juga mampu melaksanakan kewajiban kita sebagai hamba. Segala kepuasan batin yang tidak ternilai harganya yang jauh lebih penting dari pada materi.
Bila kolaborasi antara kejujuran dan pengabdian ini bisa kita tanamkan pada diri kita masing-masing. Maka pemberantasan korupsi yang ada di Indonesia bisa berhasil. Bahkan Indonesia siap untuk menjadi negara maju yang siap bersaing dengan negara lain.
v  PENANAMAN PERSEPSI DAN TUJUAN HIDUP SEJAK DINI
Pembentukanpolapikir, adalahlangka yang paling awal yang kitaambiluntukmemberantaskorupsi.Korupsidatangnyadarimasing-masingindividu.Percumasajabilausahapemberantasankorupsiinidilakukanbilapelakukorupsimauberhentikorupsibukankarenadiridanhatinyasendiri. Hal ituakantetapmemunculkankemungkinanakanmelakukankorupsilagi di waktu yang berbeda. Makapenanamanmindsetorientasihidupuntukpenghasilaninilah yang paling utamadanpertama.
Bagaimana pun jugahaltersebutharusmulaidilakukansejakdini/sekarangjuga.Baikpembacasebagaianakkecil, remaja, pelajar, pekerja, pejabat, anggotadewan, danpenyelenggaranegara.Karenadenganpikiran yang baikdanbenar, makaakanmenimbulkantindakan yang akandilakukanbaikdanbenarjuga, bilamampusebagaitersebuttakayalkorupsi di Indonesia akanbenar-benarmampudiberantas. Bahkan Indonesia akanmampumenjadinegara yang maju. Layaknyapepatah orang jawa, yang artinya: “Bilahendakmembangunrumahmulailahdaribawah, yaknipondasi. Dan bilahendakmembersihkanrumahmulailahdariatas, yakniatap”.Dari pepatahitudapatdianalogikanbahwarumah yang dimaksudadalahnegara.Bilahendakmembangunnegara yang baik, makaelemen-elemendarisetiapbagianjugaharuskualitassatudandimulaidaribawah.Yaknimembentukparagenerasimuda yang baik, yang kompeten, memilikideikasi, nasionalismesertapatriotisme yang tinggi.Agar negara yang dibangunmampumenjadinegara yang kokohdansiapmemerangisegalabentuktindakan yang merugikannegarasemisalkorupsisertamenjadinegara yang siapmenjawabtantanganglobalisasi.Selanjutnya, bilahendakmembersihkansistem yang bobroklayaknyamembersihkanrumahharusdimulaidariatas, maksudnyamembersihkanpenguasa-penguasa yang malahmenjadikotorannegarabilabertindakapapun yang dirasaitumerugikannegaradanmemilikikepentingan lain dibalikkekuasaannyatersebut. Jadi motto untukmengubah Indonesia menjadilebihbaikmenurutpenulisadalah “BANGUN DARI BAWAH, BERSIHKAN DARI ATAS”.
v  LANGKAH RIIL PEMBERANTASAN KORUPSI DAN MENJAGI NEGARA MANDIRI

Ø  Membangundaribawah:

1.        Bentukpolapikir yang positif, mengorientasikanhidupuntukpengabdianbukanpenghasilan.
2.        Memberikanpengertiandanwawasanmengenaigambaranumumtentangcita-citakepadaparapelajar, baikmulai SD, SMP, SMA maupunPerguruanTinggi. Agar apa yang diinginkanparagenerasipenerusbangsainisesuaidenganminatdankemampuannyaapatidak. Agar tidakterjadipenyesalan di kemudian.
3.        Serta memberikangambaran yang jelasbahwabilaingin kaya dengancepatjanganmempunyaikeinginanmenjadipegawai. Karenabilaorientasinyahanyasebatasitu, makapegawaiakancenderungmelakukankorupsi.
4.        Pemberianwawasanmengenaiwirausahakepadaparapelajardankaumpengangguran yang telahletihmenjadipelamarpekerjaan, agar munculparawirausahawanmuda yang mampumemproduksiprodukunggulan yang mampubersaingbaikdmestikmaupuninternasional.
5.        Mencintaiprodukdalamnegeri.
6.        Membiasakandiriuntukberbuatjujursejakdini. Dalamsegalahal.
7.        Mengawalidaridirisendiri, keluarga. Kemudianberkembangkemasyarakat yang jujurlaluterciptalahnegara yang jujurpenduduknya.
8.        Mau berjuangsepenuhtenaga, pantangmenyerahmelawanpenderitaandalammembangunkembalinegeri yang bobrokini.
9.        Belajarmengenaisejarah, kultur, budaya, latarbelakangnegaraini.
10.    Memaksimalkanperanpendidikan, agar hasilnyamemangmenjadi yang diharapkannegara. Yang maudanmampumembeladanmemperjuangkannegaradengansepenuhhati.
Ø  Membersihkandariatas:

1.        Merombaksistem yang bobrok. Yang hanyamengutamakankredibelitasbelaka.
2.        Menindaktegasparapejabatdanpenyelenggara di semuabidang yang berbuatsalahdanmerugikannegara.
3.        Hukuman yang beratbagikoruptor.
4.        Penggunaanparapenguasadanpenyelenggaranegara yang benar-benarmemilikiorientasiuntukmengabdi. Baiknegaradanagamanya.
5.        Membuatkebijakan yang berpihakkepadarakyat. Bukanhanyakeinginanparapenguasasaja yang memilikikepentinganlaindibaliknya.
6.        Membuatprogam-progam yang pro rakyat.
7.        Memfokusanaspekperekonomianrakyat, untukmengurangipenganggurandanmenujunegaramandiri.
8.        Membatasibarang import danmengoptimalkanprodukdalamnegeri.
9.        Memberilahandengansungguh-sungguhuntukberkembangnya UMKM, agar terciptanyamasyarakat yang mandirisertamengurangipenagngguran.
10.    Menghilangkan mindset danasumsikhalayakumumbahwakaumpriyayiadalahkaum yang mulia. Agar persepsimasyarakattidksekedaruntukmenjadi PNS sajacita-citahidupnya. Yang menunjukanbahwajadipengusaha pun jugaakandimuliakan. (halinikarenapengaruhpenjajahanbelanda yang 3,5 abadlamanya).
11.    Langkah formal:
·         Penegakanhukumoleh KPK
·         Tindakantegastanpadiskriminasi
·         Penerapanasaspradugatakbersalahdanpembuktianterbalik
·         Komitmenpipimnanpenyelenggaranegara
·         Peningkatanperansertamasyarakat
·         Iktikadpimpinan
·         Penerapansistemwhistle blower




[1] Dialek Jw : hidup sederhana, hanya bisa mampu memenuhi kebutuhan pokok saja ( terkadang juga kekurangan ).

Rabu, 20 Maret 2013

ANALISIS BINGKAI (FRAMING ANALYSIS)

Analisis framing merupakan salah satu alternatif model analisis yang dapat mengungkap rahasia dibalik sebuah perbedaaan bahkan pertentangan media dalam mengungkapkan fakta. Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian realitas sosial dipahami, dimaknai, dan dikonstruksi dengan bentukan dan makna tertentu. Elemen-elemen tersebut bukan hanya bagian dari teknis jurnalistik, melainkan menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas politik, bagaimana media membangun, menyuguhkan, mempertahankan, dan mereproduksi, suatu peristiwa kepada pembacanya. Melalui analisisframing akan dapat diketahui siapa menendalikan siapa, siapa lawan siapa, mana kawan mana lawan, mana patron dan mana klien, siapa diuntungkan dan siapa dirugikan, siapa menindas dan siapa tertindas, dst. Kesimpulan-kesimpulan seperti ini sangat mungkin diperoleh karena analisis framing merupakan suatu seni-kreativitas yang memiliki kebebasan dalam menafsirkan realitas dengan menggunakan teori dan metodologi tertentu. Ada dua esensi utama dari analisis framing yaitu, Pertama, bagaimana peristiwa dimaknai. Ini berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan mana yang tidak diliput.Kedua, bagaimana fakta ditulis. Aspek ini berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk mendukung gagasan.
  • AKAR HISTORIS ANALISIS FRAMING.
Analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson pada tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan ktegori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Namun, kemudian pengertian framing berkembang yaitu ditafsirkan untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi.

Analisis framing sebagai suatu metode analisis isi media, terbilang baru. Ia berkembang terutama berkat pandangan kaum konstruksionisme. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Beger bersama Thomas Luckman, yang banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial dan realitas. Tesis utamadari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah tidak juga sesuatu yang diturunkan Tuhan, tetapi ia dibentuk dan direkonstruksi. Dengan pemahaman seperti itu, realitas berwajah ganda / plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Selain plural, konstruksi sosial juga bersifat dinamis. Sebagai hasil dari konstruksi sosial maka realitas dapat merupakan realitas subyektif dan realitas objektif. Realitas subyektif, menyangkut makna, interpretasi, dan hasil relasi antar individu dengan objek. Sedangkan realitas objektif, merupakan sesuatu yang dialami, bersifat eksternal, berada di luar atau dalam istilah Berger, tidak dapat kita tiadakan dengan angan-angan.
Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang riil. Disini realitas bukan hanya dioper begitu saja sebagai berita. Ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta. Dalam proses internalisasi wartawan dilanda oleh realitas. Realitas diamati oleh wartawan dan diserap dalam kesadaran wartawan. Dalam proses ekternalisasi, wartawan menceburkan dirinya untuk memaknai realitas. Konsepsi tentang fakta diekspresikan untuk melihat realitas. Hasil dari berita adalah produk dari proses interaksi dan dialektika tersebut.
Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat, yaitu pada tabel berikut:
Penilaian
Paradigma Konstruksionis
Paradigma Positivis
Fakta/peristiwa adalah hasil konstruksi.Fakta merupakan konstruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu.Ada fakta yang “riil” yang diatur oleh kaidah-kaidah tertentu yang berlaku universal.
Media adalah agen konstruksi.Media sebagai agen konstruksi pesan.Media sebagai saluran pesan.
Berita bukan refleksi dari realitas. Ia hanyalah konstruksi dari realitas.Berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas. Karena berita yang terbentuk nerupakan konstruksi atas realitas.Berita adalah cermin dan refleksi dari kenyataan. Karena itu, berita haruslah sama dan sebangun dengan fakta yang hendak diliput.
Berita bersifat subyektif/konstruksi atas realitas.Berita bersifat subyektif, opini tidak dapat dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subyektif.Berita bersifat oyektif, menyingkirkan opini dan pandangan subyektif dari pembuat berita.
Wartawan bukan pelapor. Ia agen konstruksi realitas.Wartawan sebagai partisipan yang menjembatani keragaman subyektifitas pelaku sosial.Wartawan sebagai pelapor.
Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam produksi berita.Nilai, etika, atau keberpihakan wartawan tidak dapat dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan suatu peristiwa.Nilai, etika, opini, dan pilihan moral berada diluar proses peliputan berita.
Etika, dan pilihan moral peneliti, menjadi bagian yang integral dalam penelitian.Nilai, etika, dan pilihan moral bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian.Nilai, etika, dan pilihan moral harus berada di luar proses penelitian.
Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita.Khalayak mempunyai penafsiran sendiri yang bisa jadi berbeda dari pembuat berita.Berita diterima sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembuat berita.
Karakteristik penelitian isi media yang berkatagori konstruksionis terutama dilakukan dengan melakukan pembedaan dengan paradigma positivis, yaitu pada tabel berikut:
Penilaian
Paradigma Konstruksionis
Paradigma Positivis
Tujuan penelitian: rekonstruksi realitas sosialRekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.Eksplanasi, prediksi, dan kontrol.
Peneliti sebagai fasilitator keragaman subyektifitas sosial.Peneliti sebagai passionate participant, fasilitator yang menjembatani keragaman subyektifitas pelaku sosial.Peneliti berperan sebagaidisinterested scientist.
Makna suatu teks adalah hasil negosiasi antara teks dan peneliti.Negosiasi; makna adalah hasil dari proses saling mempengaruhi antara teks dan pembaca. Makna bukan ditransmisikan, tetapi dinegosiasikan.Transmisi; makna secara inheren ada dalam teks, dan ditransmisikan kepada pembaca.
Penafsiran bagian yang tak terpisahkan dalam analisis.Subyektif; penafsiran bagian tak terpisahkan dari penelitian teks. Bahkan dasar dari analisis teks.Obyektif; analisis teks tidak boleh menyertakan penafsiran atau opini peneliti.
Menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti— teks.Reflektif/dialektik; menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti—teks untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode kualitatif.Intervensionis; pengujian hipotesis dalam strukturhipoteticodeductive method.Melalui lab eksperimen atau survai eksplanatif, dengan analisis kuantitatif.
Kualitas penelitian diukur dari otentisitas dan refleksivitas temuan.Kriteria kualitas penelitian; otentisitas dan refleksivitas, sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas dihayati oleh para pelaku sosial.Kriteria kualitas penelitian; obyektif, validitas, dan reliabilitas (internal dan eksternal).
  • LANDASAN TEORITIK ANALISIS FRAMING
    • § Perspektif Komunikasi
Analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Oleh karena itu, berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, dan tak terelakkan.
  • § Perspektif Sosiologi
Secara sosiologis, konsep frame analysis ialah memelihara kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk dapat memahaminya. Skemata interpretasi itu disebutframes, yang memungkinkan individu dapat melokalisasi, merasakan, mengidentifikasikan, dan memberi label terhadap peristiwa-peristiwa serta informasi.
  • Perspektif Psikologi
Framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang unik, sehingga elemen-elemen tertentu suatu isu memperoleh alokasi sumber kognitif individu lebih besar. Konsekuensinya, elemen-elemen yang terseleksi menjadi penting dalam mempengaruhi penilaian individu dalam penarikan kesimpulan.
  • Perspektif Disiplin Ilmu Lain
Konsepsi framing terkesan tumpang tindih. Fungsi frames kerap dikatakan sebagai struktur internal dalam pikiran dan perangkat yang dibangun dalam wacana politik.
  • KONSEP ANALISIS FRAMING
Konsep tentang framing atau frame sendiri bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif (psikologis). Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis, politik, dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politis, atau kultural yang melingkupinya.
  • Gamson dan Modigliani
Frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana.
Berdasarkan konsepnya, Gamson mendefinisikan framing dalam dua pendekatan yaitu,
  1. Pendekatan kultural dalam level kultural, frame pertama-tama dapat dimaknai sebagai batasan-batasan wacana serta elemen-elemen konstitutif yang tersebar dalam konstruksi wacana.
  2. Pendekatan psikologis dalam level individual, individu selalu bertindak  atau mengambil keputusan secara sadar, rasional, dan intensional. Individu selalu menyertakan pengalaman hidup, wawasan sosial, dan kecenderungan psikologisnya dalam menginterpretasi pesan yang ia terima.
  • Gitlin
Frame sebagai seleksi, penegasan, dan eksklusi yang ketat. Ia menghubungkan konsep tersebut dengan proses memproduksi berita.
Konsepsi framing dari para konstruksionis dalam literatur sosiologi ini memperkuat asumsi mengenai proses kognitif individual—penstrukturan representasi kognitif dan teori proses pengendalian informasi—dalam psikologi.
  • Entman
Melihat Framing dalam dua dimensi besar yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas. Kedua faktor ini dapat lebih mempertajam framingberita melalui proses seleksi isu yang layak ditampilkan dan penekanan isi beritanya. Perspektif wartawanlah yang akan menentukan fakta yang dipilihnya, ditonjolkannya, dan dibuangnya. Di balik semua itu, pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah berita. Framing memiliki impilkasi penting bagi komunikasi politik. Sebabframing memainkan peran utama dalam mendesakkan kekuasaan politik, dan frame dalam teks berita sungguh merupakan kekuasaan yang tercetak—ia menunjukkan identitas para aktor atau interest yang berkompetisi untuk mendominasi teks.  Konsep framing menurut Entman, secara konsisten menawarkan sebuah cara untuk mengungkap the power of a communication text. Framing analysis dapat menjelaskan dengan cara yang tepat pengaruh atas kesadaran manusia yang didesak oleh transfer informasi dari sebuah lokasi, seperti pidato, ucapan/ungkapan, news report, atau novel. Framing, scara esensial meliputi penseleksian dan penonjolan. Membuat frame adalah menseleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman realitas, dan membuatnya lebih menonjol di dalam suatu teks yang dikomunikasikan sedemikian rupa sehinggamempromosikan sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral, dana atau merekomendasikan penanganannya.
  • G.J. Aditjondro
Mendefinisikan framing sebagai metode penyaajian realitas dimana kebenaran, tentang suatu kejadian, tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. Proses framing merupakan bagian tak terpisahkan dari proses penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian media cetak. Prosesframing menjadikan media massa sebagai arena dimana informasi tentang masalah tertentu diperebutkan dalam suatu perang simbolik antara berbagai pihak yang sama-sama menginginkan pandangannya didukung pembaca.
Pada umumnya, terdapat tiga tindakan yang biasa dilakukan pekerja media massa, khususnya oleh komunikator massa, tatkala melakukan konstruksi realitas politik yang berujung pada pembentukan makna atau citra mengenai sebuah kekuatan politik, yaitu:
  1. Dalam hal pilihan kata (simbol) politik. Dalam komunikasi politik, para komunikator bertukar citra-citra atau makna-makna melelui lambang. Mereka saling menginterpretasikan pesan-pesan (simbol-simbol) politik yang diterimanya.
  2. Dalam melakukan pembingkaian (framing) peristiwa politik. Untuk kepentingan pemberitaan, komunikator massa seringkali hanya menyoroti hal-hal yang “penting” (mempunyai nilai berita) dari sebuah peristiwa politik. Ditambah pula dengan berbagai kepentingan, maka konstruksi realitas politik sangat ditentukan oleh siapa yang memiliki kepentingan (menarik keuntungan atau pihak mana yang diuntungkan) dengan berita tersebut.
  3. Menyediakan ruang atau waktu untuk sebuah peristiwa politik. Justru hanya jika media massa memberi tempat pada sebuah peristiwa politik, maka peristiwa akan memperoleh perhatian dari masyarakat. Semakin besar tempat yang diberikan semakin besar pula perhatian yang diberikan oleh khalayak. Pada konteks ini media massa memiliki fungsi agenda setter sebagaimana yang dikenal dengan teori Agenda Setting.
  • PERBEDAAN KARAKTERISTIK ANALISIS FRAMING DENGAN ANALISIS WACANA KRITIS
Analisis Framing:
ü  Pusat perhatiannya adalah pembentukan pesan teks.
ü  Melihat bagaimana pesan atau peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan menyampaikannya kepada khalayak pembaca.
ü  Konstruksi makna cenderung bersifat simbolis, laten dan pervasif.
ü  Teks berita mengandung sejumlah perangkat retoris yang akan berinteraksi dengan memori khalayak dalam proses konstruksi makna.
ü  Tujuannya menangkap bentuk konstruksi media terhadap realitas yang disajikan sebagai berita.
ü  Kajiannya mengkaji masalah sintaksis, semantik, skrip, tematik, retoris, skema, detail, nominalisasi antarkalimat, kata ganti leksikon, grafis, metafor, pengandaian, dsb.
Analisis Wacana Kritis:
ü  Lebih menekankan pada pemaknaan teks yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran peneliti. Setiap teks dimaknai secara berbeda dan ditafsirkan secara beragam.
ü  Berpretensi memfokuskan pada pesan latent (tersembunyi). Makna suatu pesan tidak bisa hanya ditafsirkan sebagai apa yang tampak dalam teks, namun harus dianalisis dari makna yang tersembunyi.
ü  Bukan hanya kata, atau aspek isi lainnya yang dikodekan, tetapi struktur wacana yang kompleks pun dapat dianalisis pada berbagai tingkatan deskripsi. Bahkan makna kalimat dan relasi koheren antarkalimat pun dipelajari.
ü  Tidak berpretensi melakukan generalisasi dengan beberapa asumsi. Karena setiap peristiwa pada dasarnya selalu bersifat unik, karena itu tidak dapat diperlakukan prosedur yang sama yang diterapkan untuk isu dan kasus yang berbeda.
ü  Tujuannya menggali bagaimana “pemakaian bahasa” dalam tuturan atau tulisan sebagai bentuk praktek sosial, termasuk di dalamnya praktek kekuasaan.
ü  Kajiannya mengkaji wacana, ideologi, representasi, struktur, kognisi sosial, teks, konteks, dsb
  • TEKNIK ANALISIS FRAMING
Secara teknis, tidak mungkin bagi seorang jurnalis untuk mem-framing seluruh bagian berita. Artinya, hanya bagian dari kejadian-kejadian penting dalam sebuah berita saja yang menjadi objek framing jurnalis. Namun, bagian-bagian kejadian penting ini sendiri merupakan salah satu aspek yang sangat ingin diketahui khalayak. Aspek lainnya adalah peristiwa atau ide yang diberitakan.
  • Entman
Framing dalam berita dilakukan dengan empat cara yaitu:
  1. Identifikasi masalah (problem identification),
Peristiwa dilihat sebagai apa dan dengan nilai positif atau negatif apa.
  1. Identifikasi penyebab masalah (causal interpretation),
Siapa yang dianggap penyebab masalah.
  1. Evaluasi moral (moral evaluation),
Penilaian atas penyebab masalah.
  1. Penanggulangan masalah (treatment recommendation),
Menawarkan suatu cara penanganan masalah dan kadangkala memprediksikan hasilnya.
  • Abrar
Pada umumnya terdapat empat teknik mem-framing berita yang dipakai wartawan yaitu:
  1. Ketidaksesuaian sikap dan perilaku (cognitif dissonance)
    1. Empati (membentuk “pribadi khayal”
    2. Daya tarik yang melahirkan ketidakberdayaan (Packing)
    3. Menggabungkan kondisi, kebijakan, dan objek yang sedang aktual dengan fokus berita (Asosiasi)
Sekurangnya, ada tiga bagian berita yang bisa menjadi objek framing seorang wartawan, yaitu, judul berita, fokus berita dan penutup berita.
ü  Judul berita di-framing dengan menggunakan teknik empati yaitu menciptakan “pribadi khayal” dalam diri khalayak, sementara khalayak diangankan menempatkan diri mereka seperti korban kekerasan atau keluarga dari korban kekerasan, sehingga mereka bisa merasakan kepedihan yang luar biasa.
ü  Fokus berita di-framing dengan menggunakan teknik asosiasi, yaitu menggabungkan kebijakan aktual dengan fokus brita. Kebijakan yang dimaksud adalah penghormatan terhadap perempuan. Untuk itu, wartawan perlu mengetahui secara persis kondisi riil pencegahan kekerasan terhadap perempuan.
ü  Penutup berita di-framing dengan menggunakan teknik packing, yaitu menjadikan khalayak tidak berdaya untuk menolak ajakan yang dikandung berita. Sebab mereka tidak berdaya sama sekali untuk membantah kebenaran yang direkonstruksikan berita.
  • Gamson
  1. Level Kultural
Identifikasi dan kategorisasi terhadap proses pengulangan, penempatan, asosiasi, dan penajaman kata, kalimat, dan proposisi tertentu dalam wacana. Selain itupula, dapat dilakukan dengan membedah sisi retoris suatu wacana, yaitu dengan menganalisis dan mengidentifikasi kata, kunci, metafor, frase, popular wisdom, silogisme, dan perangkat-perangkat simbolik lain yang ada di dalamnya.
  1. Level Individu
Konsep frame-resonance, yaitu tingkat keselarasan antara frame yang muncul dalam wacana tekstual dengan respon interpretatif khalayak. Untuk mengukur frame-resonance,serta untuk mengetahui tingkat keseragaman atau keberagaman schemata awak media, analisis framing perlu dilakukan sampai pada tingkat individu. Analisis framing terhadap schemata individu ini bisa dilakukan dengan polling atau wawancara komprehensif.
  • EFEK FRAMING
Salah satu efek framing yang paling mendasar ialah realitas sosial yang kompleks, penuh dimensi dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan, dan memenuhi logika tertentu. Framing menyediakan alat bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal khalayak. Karena itu, framingmenyediakan kunci bagaimana peristiwa dipahami oleh media dan ditafsirkan ke dalam bentuk berita. Karena media melihat peristiwa dari kacamata tertentu maka realitas setelah dilihat oleh khalayak adalah realitas yang sudah dibentuk oleh bingkai media.
  1. Menonjolkan Aspek Tertentu-Mengaburkan Aspek Lain
Framing umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam penulisan  sering disebut sebagai fokus. Berita secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek tertentu. Akibatnya, ada aspek lainnya yang tidak mendapatkan perhatian yang memadai.
  1. Menampilkan Sisi Tertentu-Melupakan Sisi Lain
Dengan menampilkan aspek tertentu dalam suatu berita menyebabkan aspek lain yang penting dalam memahami realitas tidak mendapatkan liputan yang memadai dalam berita.
  1. Menampilkan Aktor Tertentu-Menyembunyikan Aktor
Berita seringkali juga memfokuskan pemberitaan pada aktor tertentu. Ini tentu saja tidak salah. Tetapi efek yang segera terlihat adalah memfokuskan pada satu pihak atau aktor tertentu menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan dan penting dalam pemberitaan menjado tersembunyi.
  1. A.   Mobilisasi Massa
Framing atau isu umumnya banyak dipakai dalam literatur gerakan sosial. Dalam suatu gerakan sosial, ada strategi bagaimana supaya khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu. Itu seringkali ditandai dengan menciptakan masalah bersama, musuh bersama, dan pahlawan bersama. Hanya dengan itu, khalayak bisa digerakkan dan dimobilisasi. Semua itu membutuhkan frame bagaimana isu dikemas, bagaimana peristiwa dipahami, dan bagaimana pula kejadian dimaknai dan didefinisikan.
  1. B.   Menggiring Khalayak Pada Ingatan Tertentu
Individu mengetahui peristiwa sosial dari pemberitaan media. Karenanya, perhatian khalayak, bagaimana orang mengkonstruksi realitas sebagian besar berasal dari apa yang diberitakan oleh media. Media merupakan tempat dimana khalayak memperoleh informasi mengenai realitas politik dan sosial terjadi di sekitar mereka, Karena itu, bagaimana media membingkai realitas tertentu berpengaruh pada bagaimana individu menafsirkan peristiwa tersebut.Dengan kata lain, frame yang disajikan oleh media ketika memaknai realitas mempengaruhi bagaimana khalayak menagsirkan peristiwa. Membayangkan efek framingpada individu semacam ini, bukan berarti mengandalkan individu adalah makhluk yang menafsirkan realitas politik adalah makluk yang pasif. Sebaliknya, ia adalah entitas yang aktif  menafsirkan realitas politik. Pemahaman mereka atas realitas politiik terbentuk dari apa yang disajikan oleh media dengan pemahaman dan predisposisi mereka atas suatu realitas. Hubungan transaksi antara teks dan personal ini melahirkan pemahaman tertentu atas suatu realitas.
  • MODEL-MODEL ANALISIS FRAMING
v  Pan dan Gerald M. Kosicki
Mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framingyaitu, sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita—kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu—ke dalam teks secara keseluruhan. Frameberhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.
 KERANGKA FRAMING PAN DAN KOSICKI
STRUKTUR
PERANGKAT FRAMING
UNIT YANG DIAMATI
 SINTAKSISCara wartawan menyusun fakta1.  Skema berita Headline, lead, latar informasi, kutipan, sumber, pernyataan, penutup
 SKRIPCara wartawan mengisahkan fakta 2.  Kelengkapan berita5W+1H
 TEMATIKCara wartawan menulis fakta
  1. Detail
  2. Maksud kalimat, hubungan
  3. Nominalisasi antarkalimat
  4. Koherensi
    1. Bentuk kalimat
    2. Kata ganti

Paragraf, proposisi
 RETORISCara wartawan menekankan fakta 
  1. Leksikon
  2. Grafis
  3. 11.  Metafor
    1. 12.  Pengandaian

Kata, idiom, gambar/foto, grafik
v  William A. Gamson dan Andre Modigliani
Didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media—berita dan artikel, terdiri atas package interaktif yang mengandung makna tertentu. Di dalampackage ini terdapat dua struktur, yaitu core frame dan condesnsing symbols. Struktur pertama merupakan pusat organisasi elemen-elemen ide yang membantu komunikator untuk menunjukkan substansi isu yang tengah dibicarakan. Sedangkan struktur yang kedua mengandung dua substruktur, yaitu framing devices dan reasoning devices. Framemerupakan inti sebuah unit besar wacana publik yang disebut package. Framing analysisyang dikembangkan Gamson dan Modigliani memahami wacana media sebagai satu gugusan perspektif interpretasi (interpretatitif package) saat mengkonstruksi dan memberi makna suatu isu.
  • Core Frame (gagasan sentral)
Berisi elemen-elemen inti untuk memberikan pengertian yang relevan terhadap peristiwa, dan mengarahkan makna isu—yang dibangun condesing symbol (simbol yang “dimampatkan”
  • Condensing Symbol
Pencermatan terhadap interaksi perangkat simbolik (framing devices dan reasoning devices) sebagai dasar digunakannya perspektif. Simbol dalam wacana terlihat transparan bila dalam dirinya menyusup  perangkat bermakna yang mampu berperan sebagai panduan menggantikan sesuatu yang lain.
Struktur framing devices yang mencakup metaphors, exemplars, catchphrases, depictions, dan visual images menekankan aspek bagaimana “melihat” suatu isu.
  • Metaphors
Cara memindah makna dengan merelasikan dua fakta analogi, atau memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana. Metafora berperan ganda; pertama, sebagai perangkat diskursif, dan ekspresi piranti mental; kedua, berasosiasi dengan asumsi atau penilaian, serta memaksa teks membuat sensetertentu.
  • Exemplars
Mengemas fakta tertentu secara mendalam agar satu sisi memiliki bobot makna lebih untuk dijadikan rujukan/pelajaran. Posisinya menjadi pelengkap bingkai inti dalam kesatuan berita untuk membenarkan perspektif.
  • Catchpharases
Bentukan kata, atau frase khas cerminan fakta yang merujuk pemikiran atau semangat tertentu. Dalam teks berita, catchphrases mewujud dalam bentuk jargon, slogan, atau semboyan.
  • Depictions
Penggambaran fakta dengan memakai istilah, kata, kalimat konotatif agar khalayak terarah ke citra tertentu. Asumsinya, pemakaian kata khusus diniatkan untuk membangkitkan prasangka, menyesatkan pikiran dan tindakan, serta efektif sebagai bentuk aksi politik.Depictions dapat berbentuk stigmatisasi, eufemisme, serta akronimisasi.
  • Visual Images
Pemakaian foto, diagram, grafis, tabel, kartun, dan sejenisnya untuk menekspresikan kesan, misalnya perhatian atau penolakan, dibesarkan-dikecilkan, ditebalkan atau dimiringkan, serta pemakaian warna. Visual images bersifat  sangat natural, sangat mewakili realitas yang membuat erat muatan ideologi pesan dengan khalayak.
Struktur reasoning devices menekankan aspek pembenaran terhadap cara “melihat” isu, yakni roots (analisis kausal) dan appeals to principle (klaim moral).
  • Roots (analisis kausal)
Pembenaran isu dengan menghubungkan suatu objek atau lebih yang dianggap menjadi sebab timbulnya atau terjadinya hal yang lain. Tujuannya, membenarkan penyimpulan fakta berdasar hubungan sebab-akibat yang digambarkan atau dibeberkan.
  • Appeal to Principle (klaim moral)
Pemikiran, prinsip, klaim moral sebagai argumentasi pembenar membangun berita, berupa pepatah, cerita rakyat, mitos, doktrin, ajaran, dan sejenisnya. Appeal to principle yang apriori, dogmatis, simplistik, dan monokausal (nonlogis) bertujuan membuat khalayak tak berdaya menyanggah argumentasi. Fokusnya, memanipulasi emosi agar mengarah ke sifat, waktu, tempat, cara tertentu, serta membuatnya tertutup/keras dari bentuk penalaran lain.
v  Murray Edelman
Apa yang kita ketahui tentang realitas atau tentang dunia tergantung pada bagaimana kita membingkai dan mengkonstruksi/menafsirkan realitas. Edelman mensejajarkan framingsebagai kategorisasi pemakaian perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula yang menandakan bagaimana fakta atau realitas dipahami.  Salah satu gagasan utama dari Edelman ialah dapat mengarahkan pandangan khalayak akan suatu isu dan membentuk pengertian mereka akan suatu isu. Elemen penting dalam melihat suatu peristiwa ialah bagaimana orang membuat kategorisasi atas suatu peristiwa melalui kategorisasi hendak ke mana sebuah peristiwa diarahkan dan dijelaskan.
  • Kategorisasi
Merupakan abstraksi dan fungsi dari pikiran. Kategori merupakan alat bagaimana rtelaitas dipahami dan hadir dalam benak khalayak. Kategori merupakan kekuatan yang besar dalam mempengaruhi pikiran dan kesadaran publik, sebab kategori lebih menyentuh, lebih substil, dan lebih mengena alam bawah sadar.
  • Kesalahan Kategorisasi
Seringkali terjadi kategori yang dipakai dalam mendefinisikan peristiwa itu salah atau menipu khalayak. Peristiwa dibungkus dengan kategori tertentu menyebabkan khalayak tidak bisa menerima informasi sebenarnya. Peristiwa tertentu yang dikategorisasikan dan dibingkai dengan cara tertentu, mempengaruhi bagaimana peristiwa dipahami.
  • Rubrikasi
Merupakan salah satu aspek kategorisasi yang penting dalam pemberitaan. Bagaimana suatu peristiwa di kategorisasikan dalam rubrik- rubrik tertentu. Rubrikasi harus dipahami sebagai bagian dari bagaimana fakta diklasifikasikan dalam kategori tertentu. Pendefinisian suatu realitas sosial, secara sederhana dalam strategi pemberitaan dan proses pembuatan berita, dapat dilihat dari bagaimana peristiwa dan fakta di tempatkan dalam rubrik tertentu. Rubrikasi menentukan bagaimana peristiwa dan fenomena harus dijelaskan. Rubrikasi ini bisa jadi miskategorisasi- peristiwa yang seharusnya dikategorisasikan dalam satu kasus, tetapi karena masuk dalam rubrik tertentu akhirnya dikategorisasikan dalam rubrik tertentu. Klasifikasi menentukan dan memepengaruhi emosi khalayak ketika memandang atau melihat suatu peristiwa. Bagaimana publik mempersepsi realitas dengan bantuan kategori atau klasifiksi yang telah dibuat.
  •   Kategorisasi dan Ideologi
Dalam pandangan Edelman, kategorisasi berhubungan dengan ideologi. Bagaimana realitas diklasifikasikan dan dikategorisasikan, diantaranya ditandai dengan bagaimana kategorisasi tersebut dilakukan. Kategorisasi bukan representasi dari realitas. Pada dasarnya kategorisasi merupakan kreasi kembvali yang penting agar tampak wajar dan rasional, yaitu dengan pemakaian kata- kata terentu yang mempengaruhi bagaimana realitas atau seseorang dicitrakan uang pada akhirnya membentuk pendapat umum mengenai suatu peristiwa atau masalah. Pemakaian bahasa tertentu memperkuat pandangan seseorang, prasangka, dan kebencian tertentu.
v  Robert N Entman
Konsep framing oleh Entman untuk menggambarkan proses seleksi dan penonjolan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang dianggap penting atau ditonjolkan oleh pembuat teks. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek- aspek tertentu dari realitas atau isu. Dalam prakteknya framing dijalankan oleh media dengan menseleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain. Serta menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai stategi wacana, misalnya isu ditempatkan pada headline depan, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, dan pemakaian label tertentu dan lain sebagainya. Perangkat framing dapat digambarkan sebagai berikut:
Seleksi isuAspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta dari realitas yang kompleks dan beragam, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan?
Penonjolan aspek tertentu dari isuAspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa atau isu tersebut telah dipilih, bagaiman aspek tersebut ditulis? Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan pada khalayak.
Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan definisi, evaluasi dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan. Secara lebih jelas dapat digambarkan sebagai berikut:
Define problems(pendefinisain masalah)Bagaimana suatu peristiwa / isu dilihat ? sebagai apa? Atau sebagai masalah apa?
Diagnose causes(memperkirakan masalah atau sumber masalah)Sebagai penyebab dari suatu masalah, siapa atau aktor yang dianggap sebagai penyebab mereka?
Make moral judgement(membuat keputusan moral)Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan?
Treatment recomendation(menekankan penyelesaian)Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/ isu ? jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah
  • PERBANDINGAN DAN KEISTIMEWAAN MODEL-MODEL ANALISIS FRAMING
Model-model framing di atas mempunyai kesamaan , yaitu secara umum membahas mengenai bagaimana media membentuk konstruksi atas realitas, menyajikannya dan menampilkannya kepada khalayak.  Model-model tersebut mempunyai beragam cara dan pendekatan.  Mengutip Jisuk Woo, paling tidak ada tiga kategori dasar elemen framing.  Pertama, level makrostruktural.  Level ini dapat dilihat sebagai pembingkaian dalam tingkat wacana.  Kedua, level mikrostruktural.  Elemen ini memusatkan perhatian pada bagian atau sisi mana dari peristiwa tersebut ditonjolkan dan bagian mana yang dilupakan/dikecilkan.  Ketiga, elemen retoris.  Elemen ini memusatkan perhatian pada bagaimana fakta ditekankan.
Perbandingan di antara model-model tersebut diantaranya; model Entman dan Edelman, tidak merinci secara detil elemen retoris.  Meskipun dalam tingkatan analisisnya mereka menunjukkan bagaimana kata, kalimat atau gambar dapat dianalisis sebagai bagian integral memahami frame, tetapi mereka tidak mengajukan gambaran detail mengenai elemen retoris tersebut.  Model mereka terutama bergerak pada level bagaimana peristiwa dipahami dan bagaimana pemilihan fakta yang dilakukan oleh media.
Model dan Pan dan Kosicki, disertakan dalam unit analisis mereka apa saja elemen retoris yang perlu diperhatikan untuk menunjukkan perangkat framing. Model Gamson yang banyak ditekankan adalah penandaan dalam bentuk simbolik baik lewat kiasan maupun retorika yang secara tidak langsung mengarahkan perhatian khalayak. Model Pan dan Kosicki banyak diadaptasi pendekatan linguistik dengan memasukkan elemen seperti pemakaian kata, menulis struktur dan bentuk kalimat yang mengarahkan bagaiman peristiwa dibingkai media.
Makro strukturalMikro strukturalRetoris
Murray Edelman         v        v
Robert N Entman         v        v
William Gamson         v        v       v
Zhong dang Pan dan Gerald M Kosicki         v        v       v

DAFTAR PUSTAKA

Eriyanto. 2002. Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. LkiS Yogyakarta. Yogyakarta.
Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Remaja Rosdakarya. Bandung.